Kisah Umar bin Khattab Dibunuh Saat Jadi Imam Sholat Subuh

Hits: 6

*Meninggal dalam keadaan sholat / beribadah, apalagi meninggalnya karena dibunuh oleh orang lain, maka orang tersebut mati dalam keadaan syahid.*

Peristiwa penembakan yang dilakukan teroris terhadap jemaah sholat Jumat di Selandia Baru meninggalkan duka yang amat mendalam, khususnya bagi umat Islam di seluruh dunia. Mereka yang tewas dalam insiden ini dianggap syuhada karena mereka meninggal saat dalam keadaan sholat.

Tragedi ini mengingatkan kita pada peristiwa dibunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang budak Persia. Saat itu Umar tengah mejadi imam sholat subuh sebelum akhirnya budak Persia itu menikam Umar dari belakang hingga beliau terluka sangat parah.

Seperti yang kita ketahui, Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi yang sangat ditakuti oleh kaum Quraisy pada masa awal perkembangan Islam di Mekkah. Beliau memiliki perawakan tinggi, fisik yang kuat dan jago bertarung. Oleh karena itu Umar begitu ditakuti oleh kaum kafir.

Setelah khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat sekitar tahun 634 M, Umar bin Khattab dipilih untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua. Setelah jadi khalifah, Umar dijuluki Amirul Mu’miniin yang artinya pemimpin orang-orang muslim.

Di masa kepemimpinan Umar, umat Islam berhasil menaklukan kekaisaran terbesar di dunia, yakni Romawi dan Persia. Padahal jumlah pasukan Islam tak sebanyak pasukan Romawi dan Persia. Dari persenjataan dan perlengkapan pun jauh berbeda. Namun sesuai janji Allah, Romawi dan Persia berhasil ditaklukan oleh umat Islam.

Kalahnya Romawi dan Persia membuat Islam semakin menyebar luas hingga mencapai, Mesir, Syria, Palestina, Afrika dan masih banyak daerah lainnya yang berada di bawah kekuasaan Islam. Pada saat itu, Islam benar-benar berjaya.

Meskipun Islam sangat berkuasa, tetap saja Umar sebagai pemimpinnya selalu menunjukkan sikap rendah hati. Beliau sangat disegani rakyatnya karena sangat baik hati, tapi di sisi lain beliau juga sangat tegas pada orang-orang yang berani melanggar aturan Allah.

Umar juga selalu menghormati tamu-tamunya, meskipun tamunya itu adalah musuh Islam. Oleh karena itu Umar sangat disegani oleh pemimpin lain. Bagaimana bisa sang penakluk yang memimpin pasukan paling berani, memiliki sifat yang baik hati dan hidup sederhana seperti ini. Begitulah yang dikatakan pemimpin dari negeri lain.

Namun sebaik apapun Umar, tetap saja ada orang yang membencinya dan bahkan ingin membunuhnya.

Dalam ibadah haji terkahirnya, tepatnya pada bulan Dzul Hijjah tahun 23 Hijriah, Umar pernah berdoa bahwa ia ingin diwafatkan dalam keadaan syahid. Allah pun mengabulkan doa Umar.

Suatu ketika, Umar tengah menjadi imam sholat subuh. Saat takbir pertama dan sedang membaca ayat Al-Quran, tiba-tiba seseorang menikamnya dari belakang.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Abbas, mengisahkan, “Umar ditikam di pagi hari. Yang menikamnya adalah Abu Lu’lu’ah, budak dari Mughirah bin Syu’bah RA.”

Abu Lu’lu’ah adalah seorang pria asal Persia dan dia merupakan seorang majusi. Dia diduga memiliki dendam pada Umur karena telah menaklukan Persia, sehingga ia berhasrat untuk membunuh Umar.

Setelah menusuk Umar dari belakang, Abu Lu’lu’ah kemudian bunuh diri karena ia tak mau dibunuh oleh kaum Muslim. Sementara Umar sempat pingsan dulu dan dia sempat menyampaikan beberapa pesan wasiat kepada para sahabatnya. Tak lama kemudian beliau meninggal.

http://share.babe.news/s/mYejsjY

Selarasnya Planning manusia dgn Planning Allah

Hits: 7

Ada namanya Ada 2 Planning : Planning Allah dan Planning Manusia

Do’a yg terkabul adalah karena Planning manusia selaras dgn Planning Allah

Sedangkan doa yg tdk terkabul, Karena planning / keinginan manusia tdk sama dgn planning Allah

Makanya kalau tdk Tercapai suatu keinginan, maka harus sabar, lalu ikhlas, dan terakhir adalah ridho

Pada saat manusia RIDHO terhadap semua yg terjadi, maka disitulah titik balik Allah akan RIDHO pada manusia

Sehingga, do’a manusia akan dikabulkan Allah

Mengenal Haizum, Kuda Perang Malaikat Jibril

Hits: 9

Haizum dikenal sebagai nama kuda perang milik Malaikat Jibril AS. Da lam Islam, Jibril AS dikenal sebagai pemimpin dari segala malaikat. Haizum juga beberapa kali pernah diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu nya Nabi pernah berkata, “Bergembiralah wa hai Abu Bakar, pertolongan Allah telah datang. Ini adalah Jibril yang sedang memegang ken dali tunggangannya di atas gulungan-gulungan debu.”

Dalam Perang Badar, dikisahkan Haizum turun untuk membantu pasukan Muslimin. Perang Badar sendiri dikenal sebagai perang antara hidup dan mati kaum Muslimin. Jika pasukan Rasulullah SAW kalah, Islam akan mati dan dan tidak lagi mampu menyebarkan syiarnya. Namun, jika menang, hasil pertempuran ini akan menjadi motivasi yang besar dan akan terus bangkit untuk menyebarkan ajaran Rasulullah di Makkah, Madinah, dan seluruh dunia.

Di tengah perang antara 300 umat Islam dengan 1.000 orang kafir ini, Rasulullah ber doa hingga bercucuran air mata untuk me minta bantuan Allah ini. Allah SWT pun menurunkan bantuannya untuk umat. Allah menurunkan rombongan tentara berpakaian serbahijau yang mana itu adalah malaikat. Allah dalam QS al-Anfaal ayat 9 berfirman, “Se sung guhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” Rasul pun ber sabda, “Kaum Muslimin pun bertempur hebat dibantu oleh para Malaikat.”

Abdullah bin Abbas menceritakan, “Tat kala seseorang dari kaum Muslimin dengan semangat mengejar seseorang dari kaum musyrikin yang berada di hadapannya, tibatiba dia mendengar pukulan cemeti di atasnya dan suara penunggang kuda yang berteriak, ‘Majulah wahai Haizum!’ Seketika dia melihat ke arah orang musyrik yang berada di hadapannya tadi, dan didapatinya tersungkur dalam posisi terlentang, lalu dia melihatnya sedang keadaan hidungnya telah ditindik dan wajahnya telah terbelah seperti kena pukulan cemeti dan seluruhnya menghijau.”

Karenanya, seorang dari Anshar tadi da tang kepada Rasul untuk menceritakan ten tang hal itu. Maka, beliau pun berkata, “Benar yang engkau katakan, itu adalah sebagian dari bala bantuan dari langit ketiga.” Abu Dawud al-Maziniy pun berkata, “Sesung guh nya aku mengikuti seorang laki-laki dari kaum musy rikin untuk memenggalnya, na mun tiba-tiba ke palanya sudah terlebih da hulu jatuh ke tanah sebelum pedangku menebasnya. Maka, sadarlah aku bahwa ada orang lain yang telah membunuhnya.”

Seorang Anshar lantas datang mem ba wa tawanan bernama al-Abbas bin Abdul Mu thallib. Al-Abbas berkata, “Demi Allah bukan orang ini yang tadi menawanku, tadi aku dita wan oleh seorang laki-laki tinggi yang berwajah tampan dengan menunggang se ekor kuda yang gagah. Dan, aku tidak pernah melihat dia di tengah-tengah mereka ini.” Allah SWT menghadiahkan seekor kuda gagah perkasa kepada Jibril AS untuk menjadi tunggangannya di medan Perang Badar. Kuda ini memiliki kelebihan yang luar biasa ber banding kuda biasa.

Nabi Khidir Dan Musa

Hits: 10

Nabi Khidir dan Cahaya Ajaib yang Memasuki Kita Tanpa Sadar

Islami

2019/01/22 19:20

Ikuti

Bagaimana sih kisah Nabi Khidiri ini seperti cahaya dalam diri kita yang masuk perlahan

Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa sudah tak asing lagi bukan? Nabi Musa yang ditegur Allah karena merasa sombong. Pencarian Nabi Musa. Nabi Musa yang mesti kembali ke tempat Nabi Khidir berada setelah melewatinya. Kemudian tak boleh mempertanyakan apapun yang dilakukan Nabi Khidir. Nabi Khidir yang merusak Perahu. Nabi Khidir yang membunuh seorang anak. Nabi Khidir yang merenovasi rumah.

Nabi Musa si Kalamullah, dalam perjalanannya menemui, bertemu, dan bersama Nabi Khidir ditunjukkan hal-hal, kebenaran dan pengetahuan yang awalnya tak tampak. Nabi Musa masih menggunakan indera dan akalnya dalam melihat sesuatu. Nabi Musa menggunakan kebenaran logikanya. Ia mempertanyakan Nabi Khidir yang merusak perahu. Mata dan akal siapapun yang melihat itu, bisa dipastikan akan mengatakan perbuatan itu salah. Apalagi ketika Nabi Khidir membunuh seorang anak. Lalu membangun rumah di desa yang penduduknya tidak ramah. Dan itu pada akhirnya membuat nabi Musa dibilang “orang yang tidak bisa sabar”.

Apa yang dilakukan nabi Khidir kepada nabi Musa adalah menunjukkan kebenaran dan pengetahuan yang tidak tampak secara lahiriah. Ya, kebenaran dan pengetahuan yang tersimpan secara batiniyah. Sederhananya, kisah kedua nabi tersebut menjelaskan bahwa ada kebenaran dan pengetahuan yang tak tampak. Tersembunyi di balik wujud fisik dan lahiriah. Lalu apa kaitannya dengan sabar?

Sabar itu terkait proses dan waktu. Proses yang tak henti dalam mencari kebenaran dan pengetahuan. Bahkan Allah sendiri menciptakan semesta dalam enam hari, padahal Allah sanggup menciptakan semua dalam sekali petikan jari. Bahkan lebih cepat dari orang solih yang memindahkan istana ratu Bilqis sebelum Nabi Sulaiman selesai mengedipkan mata.

Begitu juga dengan kebenaran dan pengetahuan yang tak tampak. Kebenaran yang menurut Al-Imam Al-Ghazali tersimpan dalam “dzauq”. Di dalam hati. Tersembunyi. Tak terliat oleh mata. Bahkan terkadang tak bisa diterima akal. Dan Azan, selain pengingat masuknya waktu salat, juga menjadi pengingat semua itu: kebenaran dan pengetahuan yang tak tampak, sabar dalam proses pencariannya.

Lalu apa kaitannya azan dengan kebenaran, pengetahuan dan sabar?

Kebenaran dan pengetahuan yang hakiki menurut Al-Imam Al-Ghazali itu sumbernya dari Allah. Berupa cahaya. Nurullah. Cahaya Allah itu tak bisa dilihat oleh biji mata sebagai indera penglihatan manusia. Bahkan akal tak mampu menangkapnya. Satu-satunya yang bisa hanya “dzauq”. Intuisi. Hati. Seperti proses penerimaan wahyu pertama pada Nabi Muhammad. Jibril yang “membelah” dada nabi lalu dibersihkan segala macam kotoran yang ada di dalamnya. Hingga cahaya Allah menerangi segala tingkah laku, ucapan, dan pikiran Nabi Muhammad.

Keisengan saya kambuh. Sepertinya bukan tanpa maksud, Nabi terakhir bernama Muhammad, yang berarti yang terpuji. Terpuji ucapannya. Terpuji akhlak dan sikapnya. Terpuji pikirannya. Terpuji hatinya. Hingga disebut “al-Ma’shum”. Dan sumber semua itu, yang ada pada diri manusia, adalah hati. Kemudian dilanjutkan ke akal. Dan ini lagi-lagi terkandung dalam seruan suci yang terdengar setiap hari: azan.

Setelah “brojol” ke dunia, manusia sudah diwanti-wanti oleh Sang Maha Cinta agar selalu mengingat kebenaran, pengetahuan, dan sikap (sabar) dalam pencariannya. Bahkan, dalam dua puluh empat jam, lima kali manusia diingatkan. Ditambah ketika meninggal pun masih diingatkan. Tentunya untuk mereka yang masih hidup. Karena kematian adalah nasihat paling baik, bukan?

Ya, dalam azan terdapat begitu banyak nasihat. Ini bisa dilihat dari kalimat-kalimat yang digemakan. Kalimat-kalimat berbentuk suara yang menyasar hati lewat telinga manusia. Kalimat-kalimat yang membawa cahaya Allah agar manusia bisa bersikap dan berakhlak terpuji seperti kanjeng Nabi Muhammad. Walau tak bisa, dan pasti tak bisa seperti nabi seutuhnya, setidaknya sebagian, atau beberapa yang bisa diambil dari Nabi terakhir.

Apa saja nasihat yang terkandung dalam azan?

Klik disini untuk halaman asli

Hidayah datang pada kondisi puncak

Hits: 9

George bin Todzira, Hidayah Datang Saat di Medan Perang

Riau aktual

2019/01/05 17:54

Ikuti

Memang hidayah itu istimewa. Ia mahal dan berharga. Kedudukan dan status sosial bukanlah ukuran mendapatkannya. Gelimang harta bukanlah sarana bisa mendapatkannya. Terkadang, ia pun datang di saat yang tak disangka. Ia datang di saat yang menyerunya mungkin sudah putus asa. Ia datang, kadang di saat musibah. Dan ia datang ketika permusuhan sudah mencapai puncaknya.

Seperti kisah George Todzira. Hidayah datang padanya justru saat ia tengah siap berperang.

George bin Todzira adalah panglima pasukan Bizantium. Di Perang Yarmuk, ia memimpin pasukan Roma, berperang menghadapi umat Islam yang dipimpin oleh Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu. Sebelum pecah pertempuran, terjadi kejadian yang menarik. George berdialog dengan Khalid hingga ia memeluk Islam dan berpindah posisi menjadi pasukan kaum muslimin.

Dalam kondisi demikian, bayangkan apa yang dirasakan pasukan Romawi Bizantium saat itu? Tentu moral pertempuran mereka kaget dan mengendur. Dan pastinya, George adalah orang pertama yang hendak mereka bunuh.

Ketika pasukan tengah bertemu, George memanggil Pedang Allah, Khalid bin al-Walid. Khalid pun keluar dari pasukan, dan Abu Ubaidah menggantikan posisinya. Di tengah ribuan pasukan, kedua panglima perang itu berdiri berhadap-hadapan. Hingga leher tunggangan mereka bertautan.

George berkata, “Wahai Khalid, jawablah pertanyaanku dengan jujur. Jangan berbohong, karena orang yang merdeka tidak pantas berbohong. Jangan pula kau tipu aku, karena orang yang mulia tidak akan menipu”. George melanjutkan, “Apakah Allah menurunkan pedang dari langit kepada Nabi kalian, lalu ia memberikannya kepadamu? Kemudian tidaklah pedang itu berjumpa dengan suatu kaum, kecuali ia berhasil mengalahkannya?

“Tidak”, jawab Khalid singkat.

“Lalu mengapa engkau disebut dengan saifullah (Pedang Allah)?” Tanya George yang benar-benar menginginkan jawaban.

Khalid menjawab, “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi-Nya ke tengah-tengah kami. Ia mendakwahi kami, namun kami semua lari tak mengacuhkannya. Lalu sebagian kami ada yang membenarkan dakwahnya dan mengikutinya. Sementara yang lain menjauhi dan mendustakannya. Aku termasuk orang yang menjauhi, mendustakan, dan memeranginya. Setelah itu, Allah memberi hidayah kepada kami. Kami pun mengikuti ajarannya. Ia berkata kepadaku, ‘Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang ia hunuskan kepada orang-orang musyrik. Ia mendoakanku dengan kemenangan. Lalu melaqobiku dengan saifullah. Dari situlah, aku menjadi orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang musyrik”.

“Engkau telah jujur kepadaku”, sambut George menanggapi penjelasan Khalid.

Lalu ia kembali bertanya kepada Khalid, “Wahai Khalid, beri tahu aku, apa engkau serukan padaku?”

“Kepada persaksian bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Dan meyakini bahwa apa yang ada padanya (wahyu) adalah dari sisi Allah” Khalid menerangkan risalah Islam kepada George.

“Kalau orang tidak menerima seruan kalian itu?” tanya George.

“Jizyah menjamin mereka”, jawab Khliad.

“Bagaimana kalau mereka tidak mau menyerahkannya (jizyah)? tanya George.

“Kami perangi mereka”, jawab Khalid

“Bagaimana kedudukan orang-orang yang menerima seruan kalian?” tanya George.

“Kedudukan kami sama (setara) dalam kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan kepada kami. Baik orang yang mulia atau orang biasa. Baik yang awal (memeluk Islam) dan yang terakhir”, jawab Khalid.

George kembali mengajukan pertanyaan, “Apakah orang yang hari ini memeluk Islam –wahai Khalid- sama pahala dan ganjarannya?”

“Iya, bahkan bisa jadi lebih utama”, jawab Khalid.

Dengan nada heran, George kembali bertanya, “Bagaimana bisa ia sama dengan kalian, padahal kalian lebih dulu memeluk Islam?”

“Kami memeluk Islam dan berbaiat kepada nabi kami, di saat kami menjumpainya. Datang padanya kabar-kabar tentang kitab-kitab, lalu ia memperlihatkan tanda-tanda (kebesaran Allah) pada kami. Orang yang melihat apa yang kami lihat dan mendengar apa yang kami dengar membenarkannya, berislam, dan membaiatnya. Adapun kalian, kalian belum pernah menjumpai apa yang kami jumpai. Belum pernah mendengar apa telah kami dengar berupa mukjizat dan hujjah. Kalau kalian memeluk Islam dengan tulus dan sebenar-benarnya. Tentu lebih baik dari kami.” Jawab Khalid berusaha mengurai kebingungan George.

“Demi Allah, engkau berkata jujur, tidak menipuku, dan tidak berpura-pura padaku kan?” tanya George berusaha mendapatkan jawaban yang pasti.

Khalid menjwab, “Demi Allah, aku telah berucap jujur padamu. Aku tidak berkepentingan apapun padamu atau salah seorang dari kalian. Sesungguhnya Allah menjadi saksi atas apa yang engkau tanyakan padaku.”

George berkata, “Engkau telah jujur padaku.” Saat itu, George yang masih dalam persiapan berperang mulai luluh hatinya tatkala mendengar penjelasan dan seruan Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu. Hatinya bergetar dan cenderung kepada Khalid. Kemudian, di tengah medan perang dan posisi siap berperang, George mengucapkan perkataan yang mengejutkan, “Ajarkanlah aku tentang Islam”, pintanya.

Lalu Khalid mengajaknya ke tendanya. Menyediakan air untuknya bersuci. Kemudian George menunaikan shalat dua rakaat. George telah memeluk Islam. Khalid bin al-Walid dan para sahabat Nabi memberikan teladan bahwa berangkat ke medan perang bukanlah semata-mata untuk membunuh orang. Tapi tujuan utamanya adalah memberikan hidayah. Inilah bedanya jalan para sahabat dengan orang-orang yang terlibat aksi terorisme. Tujuan mereka membunuh, bukan memberi hidayah.

Keluar dari Bizantium dengan permusuhan yang memuncak dan memimpin pasukan untuk memerangi Islam dan kaum muslimin, ternyata saat itulah hidayah datang kepadanya. Oleh karena itu, janganlah kita berputus asa. Sebagaimana Khalid masih mengharapkan hidayah kepala pasukan yang hendak membunuh dan memeranginya.

George berbalik posisi. Ia berdiri di sebelah Khalid untuk memerangi pasukan Bizantium. Dalam perang itu ia menderita luka parah dan menemui syahidnya di medan Yarmuk. Setelah berislam, ia hanya satu kali melakukan shalat, dan sujud dalam dua rakaat. Kemudian ia gugur di medan jihad.

Benarlah apa yang Khalid ucapkan, bisa jadi orang yang baru memeluk Islam dan sedikit amalnya lebih unggul dibanding orang yang terlahir sebagai seorang muslim. George hanya menunaikan satu kali shalat dalam hidupnya, namun ia mendapatkan kemuliaan jihad di jalan Allah. Menjemput kematian sebagai seorang syuhada, insya Allah.

Sumber: – Tarikh al-Umam wa –ar-Rusul wa al-Muluk oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, jilid 3, halaman 398-400.