Hits: 18

JUARA NASIONAL (1991),
JUARA JAWA TIMUR 2X (1990),
JUARA KABUPATEN JEMBER 3X (1989, 1990, 1993))
PESILAT TERBAIK di level JAWA TIMUR 2x dan Level Kabupaten 5x (1989, 1990, 1993).
Adapun kriteria PESILAT TERBAIK dipilih dari yang terbaik dari para juara 1 di semua kelas yang ada
Juara Nasional Pencak Silat
Pada saat kelas5 SD saya sudah berkenalan dan berinteraksi langsung dengan para juara2 Pencak Silat kelas dunia. Sampai saat inipun, Jember terkenal sebagai gudang juara2 pencak silat kelas dunia, dan saat itu senior2 saya adalah juara2 pencak silat : Juara Dunia 2-3x, juara Sea Games, Juara Asian Games, PON, kejuaraan antar perguruan IPSI, dsb. Kondisi itu memotivasi saya untuk memiliki prestasi yang sama, sehingga pada suatu hari saya menguatkan hati : SAYA INGIN JUARA NASIONAL! Lalu saya berkata : “Saya ingin suatu saat anak2 saya tahu bahwa bapaknya adalah seorang Juara Nasional!”
Ya, SAYA INGIN JUARA NASIONAL, dan saya yakin ada caranya..karena yang bisa juara bukan hanya orang2 itu saja melainkan banyak orang! Saat itu saya tidak ingin JUARA DUNIA, karena saya menyadari bahwa dengan postur tubuh saya yang tidak ideal sebagai atlet (tulang saya besar sehingga berat badan saya berat yang alkhirnya menyebabkan saya naik kelas dan melawan atlit2 dari perguruan lain yang lebih tinggi daripada saya). Kemudian terbersitlah pertanyaan yang melintas dalam diri saya : BISA GAK YA? Nah disinilah menurut saya emosional kita sangat memainkan peranan sangat penting (yang saat ini orang biasa menyebutnya sebagai “KECERDASAN EMOSI”), bahwa kita harus bisa memotivasi diri dan mendevelop diri kita sebaik mungkin. Disinilah juga IQ kita memainkan peranan penting untuk selalu menambah teknik beladiri sebanyak mungkin dan selalu mau belajar, belajar menganalisa SWOT diri sendiri, lawan dan medan perang. Dan yang terakhir, SQ kita lah yang ternyata sangat berperan besar membawa saja untuk juara NASIONAL.
Banyak filosofi dalam hidup yang saya terapkan, namun yang paling banyek mempengaruhi tindakan dan pikiran saya sampai detik ini adalah salah satu filosofi yang saya sebut dengan “SEGITIGA KECERDASAN” : SQ, EQ dan IQ. Klasifikasi Ketiga kecerdasan ini ternyata ramai dibicarakan beberapa tahun belakangan, namun secara tidak sadar ternyata sejak kecil saya sudah mengaplikasikannya..
SQ : Bisa Gak saya juara nasional ya? Pertanyaan itu terus muncul dalam benak saya. Namun saya bersyukur saya berada di lingkungan keluarga yang cukup taat beribadahat (kalau Bapak Ibu dijamin sangat taat beribadah, tapi anak2nya yang nakal mungkin kurang waktu itu.. sehingga kalau di average = “cukup taat” beribadah..hehe. Ada beberapa ayat atau hadis yang selalu saya jadikan pegangan sampai sekarang: 1) “Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, jika bangsa tersebut tidak berusaha mengubahnya”…. Ayat ini benar2 membuat saya yakin bahwa saya bisa mengubah nasib saya jika saya berusaha mengubahnya. Lalu, ada pertanyaan yg terbersit dalam benak saya, usaha yang bagaimanakah? Ternyata ada suatu hadis yang berbunyi : 2). “Barangsiapa bersungguh-sungguh, PASTI BERHASIL”.
PASTI BERHASIL!….kata2 ini benar2 mengarahkan keyakinan saya bahwa saya pasti bisa menjadi Juara Nasional, asalkan BERSUNGUH-SUNGGUH. Kemudian terbersit lagi pertanyaan dalam hati : Apanya yang sungguh2? Kemudian teringatlah ayat yang berbunyi : 3) ” Tuhan akan mengangkat derajat orang yang BERILMU dan BERIMAN”. Maka komplitlah keyakinan saya bahwa saya bakan bisa menjadi JUARA NASIONAL!
Pada saat kelas 6 SD saya mulai berlatih secara teratur dan disiplin agar cita2 Sebagai Juara Nasional tercapai.. Saya punya prinsip : Kalau ingin juara nasional, maka saya harus berpikir dan bertindak seperti juara nasional. Saya berusaha dan beribadah sebaik2nya dan keduanya harus seimbang. Saya teringat definisi 3 dimensi yang terbentuk dari sumbu x, y, dan z. Sumbu x dan y adalah ruang dan z adalah waktu. Dalam pelajaran fisika waktu SMA, dikatakan bahwa kalau peluru ditembakkan 45 derajat maka akan memiliki jarak terjauh lontarannya. Nah sama halnya dengan segitiga kecerdasan, saya menganalogikan bidang ruang adalah terbentuk dari sumbu IQ dan EQ (ini yang disebut usaha), dan jika keduanya seimbang maka akan bagus hasilnya bagi seseorang. Dan sumbu z adalah SQ yang berhubungan dengan Tuhan (Do’a) sehingga kalau digabungkan menjadi “keseimbangan antara usaha dan do’a)
Tidak ada rasa malas yang masuk dalam diri saya, karena saya tahu bahwa saya harus melakukan segalanya dengan sungguh2… USAHA DAN DO’A harus maksimal!…hingga tibalah kejuaraan pencak silat, yang pertama kalinnya saya ikut serta.
Pertandingan pencak silat yang pertama kali, ternyata membuat saya belajar sesuatu. Saya kalah pada babak ke-2 (dari 6 Babak). Saat itu saya mengevaluasi kenapa saya kalah… ternyata MENTAL saya masih bukanlah mental juara, karena saya takut pada saat berhadapan dengan lawan saya tsb. Disinilah peran serta EQ nampak sekali, bahwa kita tidak boleh takut untuk melakukan sesuatu. Selama kita sudah melakukan USAHA dan DO’A secara maksimal, maka berikutnya kita harus menyerahkan hasilnya pada Tuhan. Disinilah juga pentingnya motivasi diri agar kita selalu terus bangkit dari kegagalan. Ibarat ada bunga di dua pot yang berbeda, satunya saya siram secara teratur sedangkan satunya tidak… maka tentunya yang bagus adalah bunga yang disiram secara teratur. Artinya adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan benar dan sungguh2 maka akan membawa hasil, cepat atau lambat.
Pertandingan berikutnya dilaksanakan pada saat saya mulai masuk di kelas 1 SMP. Namun saat itu Kondisi mental, fisik, teknik dan spiritual saya jauh lebih baik. Sehingga pada rentang waktu kelas 1 SMP sampai menjelang masuk SMA, Alhamdulillah saya sudah bisa JUARA NASIONAL (1991), JUARA JAWA TIMUR 2X (1990), JUARA KABUPATEN 3X (1989, 1990, 1993)) DAN ternyata saya terpilih sebagai PESILAT TERBAIK di level JAWA TIMUR 2x dan Level Kabupaten 5x (1989, 1990, 1993). Adapun kriteria PESILAT TERBAIK dipilih dari yang terbaik dari para juara 1 di semua kelas yang ada.. Alhamdulilah. Prestasi terus saya gapai sampai saya menjelang EBTANAS Kelas 3 SMA, dimana pertandingan terakhir saya (PRA PON) satu minggu sebelum EBTANAS dan beberapa bulan sebelum UMPTN masuk perguruan tinggi. Saat itu saya sudah tidak fokus karena menjadi atlet bukanlah pilihan hidup saya, namun melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang lebih tinggi …itulah tujuan saya!